Sebutlah Mawar (nama samaran), perempuan cantik, cantik banget, karir cadas, pintar, wanita idaman pria.
Layaknya cewek yang sadar sama kualitasnya, dia pasti milih alpha male yang dompetnya paling tebal. Maka ketika dideketin Mas Boy, Mawar menyambut dengan senang hati. Padahal dia tahu, Mas Boy udah punya istri. Dan mereka beda agama.
Seperti jenis lelaki tertentu yang dalam DNAnya mengandung sifat-sifat anjing, Mas Boy meyakinkan kalau dia dan istrinya sudah di ambang cerai. Mawar diminta menunggu. Mawar mau saja, karena diberi hadiah jadian sebuah mobil BMW seri baru. Plus biaya maintenance kecantikan Mawar, sekian juta sebulan.
Beugh. Nikmat tiada tara.
Lama ditunggu-tunggu, Mas Boy kok nggak cerai juga, ya. Mawar, yang merasa lebih cantik, lebih semlohay, dan lebih muda daripada si istri, ngamuk-ngamuk. “Pilih aku, atau dese???”
Mas Boy bimbang dan galau.
Tapi doa Mawar terkabul dengan mudah. Istri Mas Boy mergokkin hubungan mereka dan minta cerai. Mas Boy galau. Mawar menari bahagia. Istri Mas Boy angkat kaki dari rumah dengan perasaan terhina.
Mas Boy dan Mawar menikah. Keluarga Mawar tidak ada yang datang di hari pernikahannya. Termasuk orang tuanya. Kenapa? Entah. Mungkin karena pernikahan beda agama itu nggak direstui. Atau mereka memang nikah diam-diam karena perceraian Mas Boy belum tuntas. Atau karena Mawar malu, keluarganya miskin, nggak ada yang setajir keluarga Mas Boy. Entahlah.
Bertahun-tahun kemudian, Mawar menghilang. Bersenang-senang di dalam istananya. Oh, gini toh rasanya jadi orang kaya, pikir Mawar.
Mawar lupa sama keluarganya. Entah kenapa. Mungkin sibuk arisan berlian, atau tiap hari harus ketemu dokter kecantikan, atau jadwal nyalonnya padat. Gak ngerti, deh.
Tiba-tiba Mawar muncul di acara keluarga. Membawa anaknya yang baru berusia tiga tahun. Dan dia nanya ke orang lain, “Lea masih sama pacarnya yang beda agama?”
Dijawab, “Oh, sudah nggak. Disuruh pindah agama dia gak mau. Jadinya ditinggal.” – (Well, mereka kira ceritanya begitu, padahal lebih daripada itu)
Kemudian Mawar menangis. Ternyata oh ternyata… keluarga besar Mas Boy mulai mendesak Mas Boy untuk membuat istri dan anaknya pindah agama. Bahkan di depan Mawar, keluarga Mas Boy bilang begini, “Boy, itu kapan anakmu mau dimasukkan ke agama kita? Masa mau dia agamanya kayak sekarang?”
Waktu anaknya Mawar berdoa dengan menangkupkan tangan, tiba-tiba dibentak dan dimarahi. Di depan Mawar. Mas Boy tahu, dan dia tidak membela Mawar dan istrinya. Lelaki itu hanya diam saja.
“Aku nggak mau Lea kayak aku. Aku nggak mau dia bernasib sama kayak aku. Untung dia udah putus… ” Ujar Mawar di sela tangis.
Yang dijawab dengan sebaris kalimat ini, “Mawar. Lea itu bukan perempuan kayak kamu.”
Saya nggak sempat ketemu Mawar. Cuma dapet cerita dari orang-orang lain. Mungkin banyak bumbunya? Nggak paham.
Tapi somehow, saya sadar. Kalau saya maksa jalan terus, saya akan ada di posisi yang sama dengan Mawar.
Gimanapun juga, ada alasannya kenapa sesuatu harus terjadi. Dan untuk setiap keputusan yang kita buat, selalu ada konsekuensi. Untuk semua orang yang kita sakiti, akan ada doa buruk. Untuk semua yang diawali dengan tidak baik, akan ada repetisi. Nggak mutlak, sih. Tapi minimal pasti ada orang yang marah dan sakit hati, dan harus struggling untuk merasa lebih baik.
Mungkin sekarang giliran Mawar untuk struggling. Semoga dia diberi kekuatan. Sungguh sulit membedakan antara apakah dulu kita memungut ular di jalanan, atau berlian yang indah. Tapi mungkin cara terbaik adalah dengan memulai baik-baik dan tidak silau harta.
Well… dulu saya juga mulainya baik-baik, sih. Dan sama sekali nggak ngeliat materi. Tapi gak beres juga. Iya juga ya…
Lah trus intinya gimana? Ya shit happens lah. Lo mo beres kayak gimana juga tetep aja shit happens. Yang penting satu, jangan sampai kebahagiaan lo, lo dapatkan dengan cara nyakitin orang lain. Walau ujungnya kebahagiaan lo cuma sedetik abis itu jadi keanjingan bertahun-tahun, yang penting lo nggak bikin orang lain nangis.
Paham?
Iya, aku percaya itu. Everything happens for a reason. Dan, aku juga percaya hukum kausalitas, sebab-akibat, karma, ya apapun lah itu. ๐
Aku sekarang udah gak percaya sama karma. Dan kalau membahas orang-orang yang pernah jahat sama aku, aku sama sekali gak mikirin mereka bakal kena balasannya. Karena aku sendiri udah terlalu fokus mikirin diriku. Apapun yang terjadi sama mereka udah nggak ngaruh sama aku. Hal baik maupun hal buruk. Tapi kalo konsekuensi mah beda. Konsekuensi ya misalnya, dia jahat sama aku, aku marah ke dia, itu namanya konsekuensi. Atau kamu mukul orang, orangnya balas mukul, itu konsekuensi.
Karma itu kalau orang yang nyakitin lo sndiri yang nyariin lo trus minta maaf karena merasa rejekinya seret. Oh well, dulu dia nyampahin lo, trus sekarang dia nganggap lo Tuhan yang bisa mendatangkan rejeki buat dia. Oh well, LIFE !!!
Itu namanya orang denial. Hidupnya dia yang apes, malah nyalahin orang lain. Dan dgn pedenya nuntut org yg udah dia sakitin untuk maafin dia.
He deserves a kiss.
On the lips.
With a big bad ass hammer.
setelah panjang membaca akhirnya fokus pada 2 paragraf terakhir.
terkadang manusia (aku, kita?) memahami sesuatu dengan baik tetapi juga sangat berat untuk melakukannya walau tau konsekuensinya sepert apa di masa depan, tetapi mungkin sudah menjadi langkah yang baik ketika kita memikirkan juga konsekuensi yang akan dialami orang lain ketika kita melakukannya ^^
goodluck anyway ๐
Iya, itu yang sebetulnya susah. Kadang ada kalanya kita dihadapkan di posisi sulit; milih kebahagiaan sendiri tapi nyakitin orang lain, atau ngalah sedih sendiri demi kebahagiaan orang lain.
Yang penting niatnya baik aja dulu ๐
Makasi mas didut! Goodluck juga!