Tentang Hal-Hal Yang Berubah

Tadi malam saya packing barang-barang di kamar saya, di rumah orang tua saya. Kami sekeluarga sudah tinggal di situ sejak tahun 1990. Tapi mulai besok, orang tua saya nggak tinggal di situ lagi.

Kamar saya udah kosong, nggak ada isi apa-apa lagi selain lukisan popart buatan saya jaman kuliah. Tugas kuliah, dapat nilai A-. Menggantung sendirian di dinding.

Sambil packing, saya menemukan barang-barang lama saya, yang saya sendiri bahkan sudah lupa.

Ada buku harian, banyak, karena saya suka menulis di buku harian sejak di bangku SD, lengkap dengan gambar-gambar kartun nggak jelas. Waktu mau saya buang, Ibu saya langsung melarang. “Jangan dibuang, Nek. Nanti kan bisa kamu tunjukkin ke anak-anak kamu.”

Saya jawab, “Yah, nanti anak-anak aku jadi tahu kalau aku suka galau sejak SD. Malu-maluin.” Tapi akhirnya saya masukkan ke kardus barang-barang yang mau disimpan. Entah kenapa.

Kemudian saya menemukan buku harian berdua dengan mantan, yang saya kira sudah saya buang semuanya. Ternyata masih ada buku lainnya. (We were really that cheesy!) Yang kemudian malah jadi berlanjut dengan Ibu saya yang menanyakan mantan ultimate tersebut. Waduh, saya udah nggak ngikutin kisah hidup Si Mantan lagi. Yang saya tahu cuma dia sudah menikah dengan wanita yang dulu jadi selingkuhannya, hidup bahagia bersama putri mereka yang manis.

Lalu saya menemukan jam tangan pemberian teman dari Qatar (Hmmm… apa kabarnya, ya, dia…), original merchandise Death Note dari sahabat saya, koleksi kaset saya, buku-buku sketsa dan komik bikinan saya sejak SD sampai SMA (“Ini gak boleh dibuang, Ma. Siapa tahu nanti aku jadi orang terkenal dan semua orang pengen tahu sejarah aku belajar gambar.”)

I’m such a sentimental rat. Banyak banget barang nggak penting yang gak bisa saya buang karena nilai kenangannya buat saya. Bahkan barang rusak pun masih saya simpan. Tapi akhirnya saya melepaskan handphone cdma pemberian mantan waktu masih kuliah  -demi teleponan sejam seribu rupiah tiap malam, tugas-tugas kuliah, kalung dan gelang yang sudah tidak layak dipakai, dan entah apa lagi.

Saya melihat kamar saya sejak jaman SMA untuk yang terakhir kali.

Sedih juga harus meninggalkan rumah ini. Dengan mural kucing, anjing, monyet dll yang saya gambar di dindingnya. Jendela yang selalu saya pasang tirai renda saja agar saya bisa melihat keluar sambil merokok. Meja belajar tempat saya menggambar sampai pegal.

Saya selalu mengira orang tua saya akan menghabiskan masa tua di rumah ini. Dan saya akan selalu pulang, beristirahat di kamar saya yang arsitekturnya berantakan sehingga nyamuk bebas keluar masuk, dan air merembes ketika hujan deras karena tidak ada kanopi di ventilasi dinding kamar saya. Ketika menikah, saya akan mengajak anak-anak saya mengunjungi opa dan omanya di rumah sederhana ini. Tidur di kamar saya di mana saya akan  memamerkan mural bikinan saya ke mereka.

Tapi gimanapun pastinya sesuatu, kadang ada yang tiba-tiba memaksa kita berubah. Dan 2-3 tahun ini, segala sesuatu selalu berubah untuk saya. Kadang lebih baik, kadang lebih buruk, tapi in general, itu membuat saya sedikit kehilangan keseimbangan. I need more time to adjust my sail.

Published by

macangadungan

Fulltime Dreamer

4 thoughts on “Tentang Hal-Hal Yang Berubah”

  1. ortumu pindah kemana, le?

    dan saya penasaran pengen liat karya2mu sejak SD itu, dan ya saya juga suka nyimpen barang2 yg keliatan nggak penting sedari dulu, bahkan buku tulis waktu SD pun dulunya saya koleksi, sebelum saya lengah dan akhirnya (sepertinya) dibakar abah tanpa sepengetahuan dan seijin saya 😐

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s