Review: Semar Gugat oleh Teater Koma

Jumat lalu, saya diajak seorang teman untuk menonton pertunjukkan Teater Koma, kali ini lakonnya adalah Semar Gugat, berlokasi di Gedung Kesenian Jakarta.

Kami sudah memesan tiket sejak dua minggu sebelumnya; kursi tribun seharga Rp.125.000 per orang.

Sejujurnya ini pertama kalinya saya menonton pertunjukkan dari Teater Koma, well, sungguh jauh berbeda dari pertunjukkan teater kelas mahasiswa seni. Hehehe… Bukan berarti pertunjukkan teater persembahan anak kampus nggak oke, ya. Tapi sebelumnya saya pikir akan mirip seperti itu, ternyata beda jauh.

Saya baru tahu, seniman Indonesia sudah sematang itu dalam tata panggung, tata cahaya, dan tata suara di dunia teater. Saya merasa hina. Hanya dengan tiket seharga seratusribuan, saya bisa menikmati pertunjukkan seindah Semar Gugat.

Semar Gugat sendiri menceritakan tentang Semar beserta Punakawan yang bersemangat ingin merayakan pernikahan Arjuna dan Srikandi. Namun, tanpa mereka sadari, ternyata Permoni merasuki Srikandi sehingga membuat wanita tersebut memberi syarat pernikahan yang amat sulit kepada Arjuna. Dan demi Srikandi, Arjuna akhirnya memilih mempermalukan dan menyakiti Semar, junjungan Pandawa Lima sendiri, di depan seluruh rakyat.

Semar merasa marah, sedih, dan kecewa. Ia merasa dihina begitu rendahnya oleh kaum manusia yang ia hormati, padahal Semar sendiri sebenarnya adalah dewa khayangan yang rela mengabdi untuk manusia di bumi. Saking sakit hati-nya, Semar pun naik ke khayangan untuk mengamuk dan meminta diberikan kekuasaan untuk membalas dendam. Semar tidak menyadari bahwa Arjuna dan Srikandi dikuasai oleh Permoni, hal ini dikarenakan ia termakan oleh emosinya sendiri.

Saya sudah sering mendengar bahwa penampilan Teater Koma biasanya selalu diselipkan kritik sosial dan politik. Itu yang saya lihat.

Seakan ingin menantang isu LGBT dan KPI yang sedang ramai, mereka menampilkan seorang pemeran laki-laki untuk memerankan Srikandi (diperankan oleh Rangga Riantiarno), calon istri Arjuna. Dan sebaliknya, Arjuna diperankan oleh perempuan (oleh Daisy Lantang).

Selain itu, dalam dialognya kadang diselipkan lelucon yang berisi sindiran terhadap pemerintahan, dan *uhuk* Orde Baru. Dari segi lakon secara keseluruhan, pun, Semar Gugat jelas menggambarkan kondisi Indonesia sekarang. Dengan isu LGBT, monopoli, kebijaksanaan impor, tren nasionalisme semu.

Kemudian ternyata… setelah membaca sejarah naskah Semar Gugat, saya baru tahu, naskah ini sudah lama ditulis dan dimainkan, tepatnya pada masa Orde Baru. Semar Gugat justru berisi kritikan terhadap Orde Baru.

Rasanya ironis, Semar Gugat masih relevan dengan masa sekarang.

Anyhow.

Saya benar-benar terpesona dengan penampilan Teater Koma. Dari ketawa, mikir, sampe nangis! Pada beberapa adegan saya menangis karena tersentuh (kemudian diketawain sama teman saya).

Overall, Semar Gugat sangat saya rekomendasikan. Sebuah paket lengkap berisi tata panggung yang mewah, kemampuan sandiwara yang mampu membuat kita hanyut, serta refleksi kondisi sosial politik Indonesia yang dibalut dalam komedi satir. Lakon ini sendiri masih naik tayang hingga tanggal 10 Maret 2016. Jadi, yang ingin menonton, masih sempat.

Berikut beberapa momen yang sempat saya tangkap. Hanya bisa dari jauh karena saya duduk di tribun, dan hanya sedikit karena saya keasikan nonton XD

Srikandi dan Permoni

image

Penutupan

 

Judul: Semar Gugat: Sia-sia Menunggu Permoni Usai Pesta

Karya & Sutradara: N. Riantiarno

Lokasi: Gedung Kesenian Jakarta

Tanggal: 3-10 Maret 2016

 

 

Advertisement

Published by

macangadungan

Fulltime Dreamer

6 thoughts on “Review: Semar Gugat oleh Teater Koma”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s