Suatu hari saya terjebak di dalam percakapan yang membuat saya tidak nyaman.
Teman-teman saya sedang membicarakan seseorang, sebut saja namanya Mawur. Ceritanya Si Mawur ini ditolak sama gebetannya dengan cara yang tidak enak – tidak bisa saya ceritakan lengkapnya. Dengar-dengar Mawur ini pengidap sakit mental, tapi saya kurang jelas apa. Entah depresi, entah bipolar… saya nggak tahu.
Komentar teman saya kira-kira seperti ini, “Aneh banget Si Mawur. Cuma digituin cowok aja lebay banget.”
Lalu ditanggapi yang lain, “Gue tahu sih, digituin gak enak. Tapi kan ya ga usah sampe nangis histeris trus drop gitu. Kan baru gebetan, bukan pacar.”
Sebagai penderita depresi, tentu saja percakapan ini membuat saya tidak nyaman. Karena saya tahu banget rasanya break down untuk hal yang nggak penting. Saya bisa nangis berjam-jam hanya karena menjatuhkan jemuran saya yang sudah mau kering ke genangan air kotor.
Saya sadar, banyak hal yang nggak akan dimengerti oleh orang yang tidak pernah merasakan sakit mental. Nangis karena hal sepele, breakdown karena masalah pacar atau gebetan doang, sampai yang paling ekstrim seperti mencoba bunuh diri hanya karena putus dengan pacar.
Dalam percakapan tersebut, saya memilih diam. Karena akan sulit bagi saya menjelaskan bagaimana hal sepele bisa mempengaruhi seorang penderita sakit mental. Hanya… kadang saya sedih mendengar percakapan seperti itu. Saya jadi berpikir, apakah mereka mencibir seperti itu juga di belakang saya?
Sudah berkali-kali saya mencoba menjelaskan, seperti apa ngaco-nya penderita sakit mental. Kami kehilangan kemampuan untuk melawan pikiran negatif, imajinasi kami beranak pinak dengan liar tanpa bisa kami kendalikan. Contoh yang paling simpel adalah ketika sms/chat kami tidak dibalas 10 menit saja, kami bisa menghabiskan 10 menit itu memikirkan mungkin orang tersebut benci sama kami, mungkin ia akan mendiamkan kami seumur hidup. Dan tanpa bisa dikontrol, kami yakin pikiran negatif tersebut adalah hal yang nyata.
Ketika akhirnya chat tersebut dibalas, kami langsung merasa lega luar biasa.
Tentu saja hal di atas akan sulit dimengerti oleh orang yang tidak pernah mengalaminya.
Walaupun dijelaskan berkali-kali, orang yang tidak pernah mengalami nggak akan pernah mengerti. Saya nggak bilang yang nggak ngerti itu jahat. Tapi akan sangat membantu sekali kalau orang-orang mencoba mengerti.
Bener banget kata Lady Gaga…
“‘Til it happens to you, you don’t know how it feels
‘Til it happens to you, you won’t know
It won’t be real
No it won’t be real
Won’t know how it feels”
Boro-boro memahami orang depresi mbak, gue aja susah menerima diri gue yang Hari ini, pertama kali gue didiagnosa mengidap depresi, gue nggak terima. Karena gue fikir gue cuma stress kerja aja. Tapi yah, gue jg nggak bisa mengelak, krn air mata gue mengungkapkan gejalanya. Si air mata itu keluar dengan gampangnya, tanpa bisa gue kontrol. Ah, gue masih denail.