Selingkuh itu mungkin salah satu hal paling jahat yang bisa dilakukan oleh manusia. Kenapa? Karena efeknya bisa saja permanen. Selain itu, kalau kalian sudah bersama-sama dalam hitungan tahun, sudah banyak investasi waktu dan emosi, kemudian hancur begitu saja karena selingkuh, kalian menyia-nyiakan waktu. Dan waktu, adalah obyek yang tidak bisa diganti.
Saya yakin banyak yang nyasar ke blog saya karena topik perselingkuhan ini. Selain itu, mungkin ada juga sebagian orang yang bertanya-tanya, apa yang terjadi setelah diselingkuhi.
Apakah peselingkuh ini menyesal? Apakah mereka mendapat karma? Apakah saya sebagai korban peselingkuhan bisa move on?
Jawabannya: tidak selalu.
Sebelumnya, saya ceritakan dulu secara singkat apa yang terjadi pada saya.
Saya berpacaran selama kurang lebih 7 tahun, kami beda agama, dan kesepakatan awal kami adalah kami siap untuk menikah beda agama. Lalu semuanya berubah. Pasangan saya mengalami lonjakan karir, lalu cara berpikirnya pun mulai berubah. Ia meminta saya untuk convert ke agama dia agar kami bisa menikah, namun saya tolak. Saya ajak putus baik-baik, namun ia menolak.
Sampai suatu hari di bulan Februari tahun 2014, saya memergoki pasangan saya, laki-laki yang paling saya sayang di dunia ini, bahkan melebihi rasa sayang saya pada Papa saya, ternyata selama beberapa bulan belakangan sibuk pendekatan dan berselingkuh dengan perempuan lain.
Luka saya karena diselingkuhi adalah luka yang tak tersembuhkan. Hingga hari ini, saya masih rutin ke psikiater karena apa yang dilakukan mantan saya meninggalkan trauma yang terlalu dalam. Awal mula saya ke psikolog dan didiagnosa depresi. Sekarang, saya minum obat dari psikiater, dan dicurigai mengidap bipolar.
Dan semua itu diawali dengan diselingkuhi oleh lelaki yang sudah saya perjuangkan bertahun-tahun.
Lalu, bagaimana dengan lelaki yang selingkuh ini? Apakah ia mendapat karma? Apakah wanita selingkuhannya ternyata brengsek? Apakah kemudian ia menyembah-nyembah saya minta balikan karena akhirnya dia menyadari bahwa saya lah wanita yang ia cintai?
Nggak. Sama sekali nggak.
Setelah kisah kami berakhir, lelaki ini melanjutkan hidup bersama wanita selingkuhannya. Menikah, memiliki 2 anak perempuan yang cantik, karir melesat tajam, sudah jadi “orang kaya” dan sukses. Namanya harum di dunia profesinya. Semua orang bilang dia baik dan pintar. Dan in general, menurut saya hidupnya bahagia. Dia pun nggak peduli sama perasaan saya, nggak ada yang namanya menyesal. Nggak ada yang namanya minta maaf sampai menangis-nangiems. Dia baik-baik saja dan bahagia.
Karma? Apa itu karma?
Namun, dari awal saya memang nggak mengharapkan hidupnya menderita. Begitu dalam luka dan trauma yang saya alami, hingga saya tidak sempat berpikir ingin melihat mantan saya menderita. Kebetulan saya juga nggak percaya dengan karma. Yang penting saya bisa survive. Itu saja.
Beberapa tahun belakangan ini, saya berusaha keras belajar memaafkan. Belajar menerima kenyataan. Belajar untuk fokus memberbaiki diri dan menyembuhkan luka. Walau terbukti luka saya ternyata nggak bisa sembuh dan malah trauma yang saya alami menganggu kehidupan saya terutama soal kerjaan dan relationship.
Kemudian, sekitar Oktober-November tahun lalu, kami mulai berkomunikasi lagi walau via email. Dan topik pembicaraan kami fokus ke curhat kisah percintaan saya yang tragis dan karir.
Ya, saya dan Mas Mantan Ultimate yang meninggalkan trauma yang dalam untuk saya, sudah “baikan”. Kami menjadi teman email saja. Saya tidak ingin masuk lebih dalam ke hidupnya. Sekalipun hanya sebagai teman. Tentu saja, Mas Mantan Ultimate hidup bahagia, mapan, dan content. Sementara saya struggling antara menjadi bread-winner, berobat ke psikiater, melawan keinginan bunuh diri, berusaha berdamai dengan trauma saya…
Rasanya nggak adil, ya?
Tapi hidup memang begitu. Bukan seperti sinetron atau drama romantis. Nggak ada yang namanya karma atau pembalasan dari tuhan. Nggak ada yang namanya saya akhirnya bertemu lelaki yang tepat, yang menyembuhkan luka-luka saya dan membuat saya belajar percaya lagi pada hubungan.
Itulah kehidupan nyata.
Mas Mantan mengakui kalau sampai sekarang dia masih memantau saya di social media, masih mencari tahu soal saya. Tapi Mas Mantan yang sekarang, bukan lah Mas Mantan yang pernah saya cintai begitu tulus bertahun-tahun lalu. Saya melihatnya sebagai orang yang berbeda, orang asing yang baru saya temui.
Saya sudah memaafkan Mas Mantan Ultimate, namun lukanya tetap ada dan saya tahu nggak akan sembuh. Tapi saya lebih memilih berdamai. Tuhan boleh nggak adil sama saya, tapi saya harus adil sama orang-orang di sekeliling saya. Nggak mungkin saya terus–terusan menjalani hidup dengan menyesali waktu yang terbuang sia-sia karena Mas Mantan. Nggak mungkin saya terus-terusan menyalahkan Mas Mantan atas penyakit mental saya, luka dan trauma saya, dan ketakutan saya akan relationship.
Saya bahkan sudah ada di tahap menganggap Mas Mantan Ultimate adalah lelaki terbaik yang pernah menjadi pacar saya. Sejauh ini, mantan-mantan saya setelah Mas Mantan Ultimate, jauh lebih brengsek daripada dia.
Kesimpulannya, ini lah closure dari perselingkuhan yang mampu merusak saya secara permanen.
Mas Mantan melupakan saya dan hidup bahagia.
Saya melupakan Mas Mantan dan struggling setiap hari.
Nggak adil? Ya memang hidup gak selalu adil. Yang bisa kita lakukan hanya menerima dengan lapang dada, dan fokus ke masa depan dari pada ke masa lalu. Memaafkan, kemudian move on.
Jika kalian mengharapkan sebuah closure di mana saya hidup bahagia bersama lelaki yang lebih baik dan mampu menyembuhkan trauma saya, sementara mantan menderita serta menyesali keputusannya, ya maaf saja. Hidup nggak selalu berjalan seperti template film drama romantis.
So… saya harap, postingan ini menjadi jawaban untuk kalian, jiwa-jiwa yang sedang terluka karena diselingkuhi. Terima lukanya, dan maafkan mereka yang menyakiti kamu.
Saya nggak tahu apakah setelah ini saya masih akan menulis blog lagi atau tidak. Membicarakan hal ini masih begitu sakit untuk saya karena saya terpaksa mengingat lagi hal-hal yang menyakiti saya. Semoga kalian nggak mengalami apa yang saya alami. Semoga kalian nggak perlu sampai harus mengkonsumsi 5 obat setiap hari hanya untuk bisa bekerja dan hidup normal.
Hangin’ there. Semoga luka kalian lekas sembuh.
PS: Biar tidak ada salah paham, saya tambahkan lagi penjelasan. Mas Mantan Ultimate memang berselingkuh dan meninggalkan luka permanen untuk saya. Tapi, Mas Mantan yang sekarang, bukan lah Mas Mantan yang dulu. Mungkin dia lelaki yang tidak memegang janjinya dan tidak setia. Tapi itu dulu. Dia yang dulu berbeda dengan dia yang sekarang.
Sekarang, menurut saya ia adalah ayah dan suami yang baik. Lagipula, Mas Mantan sempat menjelaskan, ia ingin berakhir dengan saya, namun ia mentok di perbedaan agama dan restu orang tua. Perkara dia selingkuh, mungkin karena saat itu dia belum cukup dewasa untuk memilih jalan putus baik-baik sebelum memulai hubungan dengan wanita lain.
Luka-luka saya adalah milik saya. Perkara saya kemudian mengalami relaps mental illness dan menyimpan luka batin, mungkin tidak dia perhitungkan dari awal. Mungkin ia pikir saya hanya akan sedih 1-2 bulan lalu baik-baik saja. Saya juga ngiranya gitu, kok.
Jadi… jangan salahkan Mas Mantan Ultimate, ya. He’s a different person now 🙂
semoga kamu dikuatkan tiap harinya ya, Le. life sucks indeed. I too am still struggling with this. i still can’t stop blaming myself for many stupid decisions i’ve made while knowing i could do and deserved better. duh malah ikutan curhat. thanks for opening up. i think now i know it’s ok for thinking life is unfair and i probably should let him move along with his happy, perfect life.
Le, semoga kamu kuat terus ya. Dan semoga kamu tetap nulis blog. Sebagai fansmu aku pasti sedih kalau kamu berhenti ngeblog.
Well, you know my story. Sampai detik ini aku belum berani opening up untuk cerita singkat atau cerita lengkap di blog. Paling hanya menulis sekilas. And for that I applaud you for being brave to tell us your story so we can learn from you.
You’re right. Life is not fair. Yang menyakiti kita bisa melanjutkan hidupnya dan berbahagia sementara kita yang ditinggalkan masih harus struggling untuk survive. Aku kadang masih suka ke-trigger. Baca postinganmu ini pun aku ke-trigger.
So, semoga kita selalu dikuatkan ya, Le. Semoga kita bisa bahagia. We deserve to be happy.
Baca i tulisan ini tidak sengaja, dan mata basah dibuatnya. Terima kasih sudah menulis hal ini, terima kasih telah memberi sudut padang yg berbeda tentang perselingkuhan. Mencerahkan, menginspirasi. Tetap semangat ya, dan semoga kehidupan kelak akhirnya “adil” untukmu.salam hangat
Kamu sangat kuat :”)
Sedikit termotivasi. Terimakasih 🙂
Thank you for writing your closure. Saya merasakan hal yang sama, walaupun pasti agak berbeda sih. Terima kasih, saya juga struggling, belum follow up ke psikolog lagi, dan masih struggling dengan skripsi yang bahkan udah kayak mantan haha. Terima kasih atas cerita-ceritanya mbak :’)
tes dulu
I feel u kak, kejadia kaka itu mirip banget sama kisah ku dan mantan. Diselingkuhi dan di tinggal nikah, selang 10 hari dia tunangan dan 1 bulan setelah aku tau dia menjalin hub dengan cewe lain dia nikah dengan santainya dan bener ka ga keliatan kena karma. Karier ok, kemaren baru anniv ke 3 tahun punya rumah, apart mobil pokonya punya semua yang aku ga punya. Sedangkan aku masih belum nikah, jadi anti pati or mati rasa or ga bisa jatuh cinta lagi dan masih struggle until now untuk tidak membenci dan dendam. Semoga semesta akan adil pada yg menyakiti. Dia buat aku membuang waktu waktu terbaik ku untuk bisa bangun rumah tangga, menanti dan menunggu hanya untuk liat dia bersanding dengan wanita lain. Ironisnya cewe itu beda agama sama dia tp dia nikahin sedangkan aku seagama sama dia dicampakan.
hai kak lea, saya yang dulu sempet curhat ke kakak lewat instagram. Saya seneng banget akhirnya kak lea nulis blog lagi. Saya juga sudah memaafkan dia, tapi ya memang bener lukanya masih ada sampe sekarang. Kemarin dua minggu yg lalu saya triggered, gara” lihet postingan instagram teman yang sedang hamil, saya langsung jatuh sakit menggigil demam dan histeris (saya yg cerita sama kakak, yg masuk Ugd tp pasangan saya selingkuh). saya udah ga kuliah lagi soalnya takut kalo ketemu orang banyak, merasa diri ga berharga ga bisa apa”, ga pengen bunuh diri tp ga pengen hidup jg, sejujurnya saya sendiri capek kyk gini, sering tiba” panik, sering mimpi buruk, overthinking sama orang”. Gatau harus apa, ga bisa nggambar lagi, ga tertarik apa” lagi. Bingung, bingung banget pdhl kejadiannya udah dua tahun lalu, kenapa kyk gini terus
Hi Olaahh, kayaknya kamu udah perlu bantuan professional, deh. Kayak gitu udah gak sehat. Even curhat sama orang belum tentu membantu. Kamu sudah coba kontak Yayasan Pulih atau curhat di saveyourselves.id? Coba ke sini deh https://saveyourselves.id/contact
Minimal untuk curhat dan mendapatkan rekomendasi psikiater/psikolog.
I am so sorry about your condition. But you cannot be alone, you should seek help, baik dari teman-teman maupun professional. Kamu juga harus kuliah, karena saat kamu sedang seperti ini, hanya kesibukan yang bisa membantu kamu mengalihkan perhatian kamu.
Aku sendiri 2 tahun kemudian, kok, baru ke psikolog. Karena aku kira aku sudah gak apa-apa, ternyata begitu ada trigger langsung hancur berantakan. Kadang kita kira kita sembuh, ternyata hanya terbiasa sama sakitnya.
Kalau mau curhat lebih panjang, email aku aja di macangadungan[at]gmail[dot]com. Aku sadar aku gak bisa bantu apa-apa, tapi mungkin kamu bisa keluarin semua uneg-uneg kamu.
Seamangat Mba !