Hari di Mana Saya Mati

Masih segar di ingatan saya. Taipei, Januari 2014. Minggu yang sangat sibuk sekali. Bangun pagi, kemudian sibuk mengecek presentasi hasil market research di hari sebelumnya, mandi, dan harus sampai di hotel tempat workshop berlangsung pukul 8 pagi.

Sesampainya, kami langsung sarapan, pukul 9 mulai workshop hingga pukul 4 sore, dilanjutkan kembali ke hotel tempat kami menginap, buru-buru ganti baju, lalu berangkat lagi ke kota lain untuk melakukan market research. Pukul 10 malam kami kembali ke hotel, buru-buru menyusun hasil market research kami lengkap dengan foto.

Pukul 12 malam, sebelum tidur, saya menghubungi pasangan saya saat itu. Hanya bisa ngobrol sebentar. Saya tanya mengapa ia tidak responsif padahal saya hanya punya sedikit sekali waktu luang untuk menghubungi ia. Jawabnya, “Ya aku lagi me time aja mumpung kamu nggak di sini.”

Ada lubang yang tercipta di dada saya mendengar kalimat itu.

Selama di Taiwan, saya dan tim kerja saya berpindah-pindah kota menggunakan MRT. Di sana bukan pemandangan aneh melihat pasangan berpelukan dengan mesra di MRT.

Saya menatap kosong pada sepasang remaja yang sibuk berpelukan sambil memegang tiang. Entah kenapa, dada saya sesak. Tiba-tiba saya merasa sangat sendirian. Tiba-tiba saya merasa sudah tidak memiliki kekasih yang sudah bersama saya selama 6 tahun lebih.

2 minggu kemudian, ia meminta berpisah.

Oh. Mungkin memang firasat.

Saya hanya menjawab, “Ada siapa selain saya?”

Ia menghabiskan 1 jam membicarakan hal-hal yang tidak beraturan, dan saya terus bertanya, “Ada siapa selain saya?”

Tentu saja ia menjawab tidak ada, dan ia tidak jadi meminta putus.

Tetapi hari saya berubah. Ia menjadi sibuk meeting, sibuk nongkrong dengan teman kantor. Malam hari di hari kerja, saat Sabtu dan Minggu, saya tidak bisa bertemu dia karena meeting.

Tiap malam kami selalu bercakap di telepon sebelum tidur, selama 6 tahun lebih berpacaran, ritual itu nggak pernah kami lewatkan sekalipun. Bahkan saat ia sedang dinas keluar kota. Namun tiba-tiba, ia begitu sibuk.

Saya mencoba menelepon, di-reject. Kemudian saya hanya menerima telepon singkat atau chat, katanya lelah. Ingin tidur.

Ia bahkan melewati acara makan malam ulang tahun Ibu saya, hal yang tidak pernah ia lewati setiap tahun karena Ibu saya menyayangi dia seperti anak sendiri.

Saya takut. Tapi saya tidak berani bertanya.

Dan Februari datang. Dan saya melihat percakapan di Whatsapp-nya. Ia memanggil perempuan lain dengan “Sayang”. Ia janjian menjemput perempuan ini dari kantor. Janjian kencan. Saya skimming, saya scroll terus ke bawah. History percakapan mereka terlalu panjang, saya scroll terus menerus dan tidak ada ujungnya. Tangan saya dingin, kaki saya lemas, dada saya sakit.

Ia menatap saya dengan pandangan putus asa dan malu.

“Bilang sama dia kalau ada aku.”

“Aku nggak bisa.”, air mata menggenang di sudut matanya.

“Putusin dia.”

“Aku nggak bisa.”, suaranya pecah.

“Kamu pilih aku atau dia?”

“Aku… aku nggak bisa milih.”

Telunjukku mengacung ke arah pintu, “Keluar.”

Saya tidak mengerti ekspresi wajahnya. Antara malu, enggan pulang, tapi juga enggan memperjuangkan saya. Saat itu, detik itu, saya mengerti. Saya sudah tidak ada di dalam hatinya.

Saya masuk ke kamar, menangis hingga pagi.

Seumur hidup saya, tidak pernah ada sakit yang lebih sakit daripada malam itu.

6 Februari 2014. Adalah hari di mana saya mati. Sejak itu, hingga sekarang, Saya tidak ada lagi.

Apakah kalian ingat, kapan kalian mati?

Published by

macangadungan

Fulltime Dreamer

3 thoughts on “Hari di Mana Saya Mati”

  1. Sayang sekali kalau kamu harus ‘mati’ karena dia. Semangat le, hidupkan lagi hidupmu. Masih banyak orang baik yang berhak mendapat kasih dan berkat dari hidupmu.
    Tapi kalau sakit itu malah membuatmu semakin tangguh, punya imun yang lebih baik untuk menghadapi ‘sakit’ yang lainnya, maka bersyukurlah karena alam semesta sudah mengirimimu obat kuat paling manjur. Bukankah obat itu selalu pahit.
    Sori, malah kotbah.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s